Medan – dstvnews.com /
Persoalan kompleks yang dihadapi oleh Buruh Migran Indonesia (BMI), khususnya yang menjadi korban kekerasan selama bekerja di Malaysia, mendorong berbagai pihak untuk duduk bersama dalam sebuah diskusi publik. Acara yang bertajuk “Perlindungan Buruh Migran: Menyoroti Kekerasan dan Pencarian Solusi” ini digelar di Hotel AIHO, Jalan Medan Petisah, Kamis 18/11/2025
Diskusi ini menghadirkan narasumber kunci dari berbagai latar belakang, mencerminkan pendekatan multi-pihak dalam menyelesaikan masalah. Para pembicara tersebut adalah:
1. Gindo Nadapdap, SH., MH: Staf Pengajar Hukum Perburuhan dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Graha Kirana Medan, yang memberikan analisis dari sudut pandang hukum ketenagakerjaan.
2. Retno Indrayani, S.Sos, M.SP: Kepala Bidang Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja pada Dinas Tenaga Kerja Provinsi Sumatera Utara, mewakili perspektif pemerintah daerah.
3. Filius Yandono: Perwakilan dari Komite Migran Bidang Ketenagakerjaan DPN APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia), yang menyampaikan tantangan dari sisi pengguna jasa BMI.
4. Ipda Fhiristman S.H, M.H: Penyidik dari Sub Bidang Renakta Krimum Polda Sumut, yang menjelaskan peran dan prosedur kepolisian dalam menangani laporan kekerasan terhadap warga negara Indonesia di luar negeri.
Turut hadir dalam diskusi adalah relawan dari International Labour Organization (ILO) yang memaparkan standar kerja internasional dan praktik terbaik perlindungan pekerja migran.
Dalam pemaparannya, Gindo Nadapdap menekankan bahwa banyak kasus kekerasan berawal dari ketidaktahuan BMI akan hak-haknya berdasarkan hukum baik Indonesia maupun Malaysia. “Perlu penguatan dari hulu, yaitu pada proses pra-penempatan. Calon BMI harus benar-benar paham kontrak kerja, mekanisme pengaduan, dan lembaga-lembaga yang bisa dimintai tolong di negara tujuan,” tegasnya.
Dari sisi pemerintah, Retno Indrayani mengakui masih adanya tantangan dalam pengawasan dan pembinaan. “Kami terus berkoordinasi dengan BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI) pusat dan mitra di Malaysia untuk memastikan perlindungan berjalan. Sosialisasi kepada calon TKI dan keluarganya juga kami intensifkan, termasuk pentingnya menggunakan jalur resmi,” ujar Retno.

Sementara Filius Yandono dari APINDO menyoroti perlunya sinergi dengan perusahaan perekrut di Malaysia. “Kami mendorong agar pengusaha di Malaysia mematuhi standar yang berlaku dan memberikan perlakuan yang layak. Masalah seperti pemotongan gaji yang tidak semestinya dan kondisi kerja yang buruk harus menjadi perhatian serius,” jelas Filius.
Ipda Fhiristman dari Polda Sumut menjelaskan mekanisme bagi keluarga korban di Sumut, untuk melaporkan kasus kekerasan. “Proses hukum bisa dimulai dengan laporan dari keluarga di sini. Kami akan berkoordinasi dengan pihak kedutaan untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut. Bukti-bukti seperti foto, video, atau kesaksian korban via telepon sangat membantu,” paparnya.
Perwakilan relawan ILO menambahkan, pentingnya ratifikasi konvensi-konvensi internasional tentang perlindungan pekerja migran dan penerapan sistem monitoring yang independen di negara penempatan.
Diskusi yang berlangsung hangat ini dihadiri oleh perwakilan serikat buruh, akademisi, dan keluarga buruh migran. Para peserta berharap pertemuan seperti ini tidak hanya berhenti pada tataran wacana, tetapi ditindaklanjuti dengan aksi nyata dan kebijakan yang lebih konkret untuk melindungi warga negara Indonesia yang mencari nafkah di luar negeri.
(Ting)





